Sunday, December 23, 2007

Perjanjian Lama - Perjanjian Baru : Sebuah Renungan Natal

(Dibawakan dalam Renungan Pagi Kantor Pusat Sekolah Kristen IPEKA tanggal 9 June 2005)

Sebuah Kontradiksi
Berbicara mengenai Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sering menimbulkan sebuah prasangka akan ketidak selarasan Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, seolah olah aroma yang terasa adalah kemarahan, kekerasan. Sebagian besar isi dari Perjanjian Lama, terutama yang berhubungan dengan kitab para nabi, berisi tentang murka Allah terhadap umatNya.

Allah terlihat sebagai Allah yang sangat menuntut dengan sejumlah aturan yang harus diikuti oleh umatNya. Lakukan perintah tersebut maka kita akan hidup diberkati. Namun jangan sekali kali untuk melanggarnya sebab penghukuman yang diberikan tidak kalah besarnya dari berkat yang kita terima. Seolah olah ada hukum “lakukan-berkat, langgar-kutuk”.

Mulai dari kitab Keluaran hingga kitab Ulangan, terutama kitab Imamat, sangat sarat dengan aturan aturan ketat yang harus dilakukan untuk beribadah kepadaNya. Mulai dari pakaian yang dikenakan, waktu datang kepadaNya, makanan yang dimakan hingga cara menyembah yang semua serba ketat dengan aturan.

Yang paling sering dikenal adalah apa yang disebut dengan Sepuluh Perintah Allah. Isinya adalah jangan ini, jangan itu. Membaca hukum tersebut kita mendapat gambaran bahwa manusia sangat dibatasi. Tidak ada bahasa kasih, hanya ada penghukuman.

Dalam kitab Imamat aturan “do’s” and “don’t’s” lebih jelas lagi. Di sana diatur bagaimana memberikan berbagai jenis korban, mulai dari korban penebus salah, korban bakaran, korban sajian hingga korban keselamatan. Bahkan diatur pula aturan penebusan tanah, penebusan rumah dan perlakuan terhadap orang miskin. Puncaknya ada pada Imamat 26 yang berisi berbagai berkat jika kita melakukan semua aturan yang telah dituliskan serta berbagai kutuk jika kita tidak melakukannya.

Selain berisi aturan aturan, Perjanjian Lama juga banyak bercerita tentang peperangan. Bagaimana sebuah bangsa menduduki sebuah kota, membumi hanguskan kota itu, membunuh penduduknya. Sebagian besar dari cerita peperangan ini adalah bagaimana bangsa Israel merebut tanah yang telah dijanjikan oleh Tuhan bagi mereka dengan mengusir dan mengalahkan bangsa lain yang menempati tanah tersebut.

Juga kita melihat intrik dalam keluarga serta perselingkuhan. Bagaimana Daud yang adalah raja berselingkuh dengan salah seorang istri panglimanya. Setelah itu Daud membunuh sang suami dan mengawini wanita tersebut.

Lalu intrik keluarga muncul dimana diantara anak Daud timbul perselisihan. Bahkan Daud terpaksa melarikan diri akibat akan dibunuh oleh anaknya sendiri.

Memasuki kitab para nabi jelas terlihat bagaimana nubuatan akan penghancuran yang akan dilakukan oleh Tuhan terhadap sebuah bangsa akibat kedegilan hati bangsa tersebut.

Saat mulai membuka kitab Perjanjian Baru seolah olah kita masuki sebuah dunia lain. Dari peperangan kita memasuki sebuah kedamaian, sebuah kasih tercermin dalam aroma yang sangat kental.

Jika sebelumnya kita membaca tentang lakukan ini dan lakukan itu, maka di Perjanjian Baru kita melihat Tuhan berkata “Marilah kepadaKu kamu yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.”

Sungguh indah di dalam kitab kitab Perjanjian Baru dimana kita merasakan sebuah kasih yang sungguh nyata. Cinta adalah tema utama dari bagian ini. Dalam Matius 5 terkenal bagian yang disebut dengan “Ucapan Bahagia” yang bertolak belakang dengan “Sepuluh Perintah Allah.”
Dalam Yohanes 3:16 dikatakan bahwa kasih Allah sedemikian besar kepada kita sehingga Ia memberikan Yesus bagi penebusan dosa kita. Kembali satu kata menggema, kasih. Kasih Allah yang diberikan kepada manusia.

Lalu timbul pertanyaan, “Bukankah Alkitab sungguh bertolak belakang?” Membaca Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru seolah olah kita membaca dua buah Alkitab yang berbeda. Yang satu murka dan yang lain kasih. Yang satu peperangan dan yang lain perdamaian. Yang satu berkata “Lakukan ini baru kamu bisa selamat” dan yang lain berkata “Jangan takut, Aku telah melakukannya untuk mu.”

Apakah kedua bagian dalam Alkitab itu bertolak belakang? Jawabannya terdapat dalam kitab Galatia 3:10-13 yang berbunyi sebagai berikut :

3:10 Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat."
3:11 Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: "Orang yang benar akan hidup oleh iman."
3:12 Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya.
3:13 Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"

Sifat dan Tujuan Perjanjian Lama – Perjanjian Baru
Dari Galatia 3 tersebut ada beberapa poin yang sangat penting berkenaan dengan sifat dan tujuan dari dituliskannya Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Pertama, Perjanjian Lama pada dasarnya berisi sejumlah hukum yang ditulis dengan tujuan ditaati oleh manusia. Siapa yang melanggarnya maka ia akan berada dalam hukuman atau kutuk. Sehingga jelas, aroma dari Perjanjian Lama adalah “lakukan ini maka kamu akan hidup.”
Kedua, Perjanjian Lama juga menggambarkan bagaimana potensi respon manusia terhadap hukum tersebut. Dikatakan bahwa manusia mustahil dapat melakukan semua secara sempurna hukum tersebut. Sehingga, kegagalan ini tentu membawa akibat manusia berada dalam kutuk. Manusia tidak berdaya mentaati hukum itu.

Ketiga, meski manusia tidak dapat merespons secara benar hukum hukum dalam Perjanjian Lama, namun tidak usah khawatir. Sebab, Perjanjian Baru datang dengan solusi bagi kegagalan ini. Manusia memang gagal menaati namun Allah tidak tinggal diam. Ia mengutus AnakNya Yesus Kristus untuk datang menggantikan manusia dalam menaati hukum hukum tersebut. Dikatakan bahwa sedemikian taatnya Kristus sehingga Ia rela mati di kayu salib bagi penebusan manusia dari dosa.

Perjanjian Lama berisi aturan aturan bagi keselamatan. Manusia dalam natur keberdosaannya tidak mampu melakukan dengan baik aturan tersebut. Perjanjian Baru menyatakan Kristus datang untuk mewakili manusia dalam menaati aturan tersebut. Perjanjian Lama menyatakan manusia baru dapat hidup jika melakukan hukum Taurat. Manusia tidak sanggup. Perjanjian Baru menyatakan Kristus menggantikan manusia dalam menaati hukum Taurat. Manusia harus hidup beriman dalam Kristus sehingga ketaatan Kristus menjadi ketaatan kita.

Di sinilah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bertemu. Mereka bukan dua buah kitab yang bertolak belakang. Mereka adalah dua buah kitab yang saling melengkapi. Yang satu (Perjanjian Lama) menyatakan kebutuhan manusia akan keselamatan dan yang lainnya (Perjanjian Baru) menyatakan pemenuhan kebutuhan manusia tersebut melalui Kristus.

Dalam ilmu ekonomi ada sebuah model supply-demand yang saya rasa cocok digunakan bagi pembuatan analogi hubungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama dapat dianalogikan sebagi kurva demand yang berisi kebutuhan manusia akan keselamatan. Sedangkan Perjanjian Baru dapat dianalogikan sebagai kurva supply yang berisi penyediaan oleh Allah atas kebutuhan manusia tersebut. Dan titik ekuilibrium yang merupakan perpotongan akan kurva demand dan kurva supply dapat dianalogikan sebagai salib Kristus. Permintaan atas kebutuhan keselamatan (Perjanjian Lama/kurva demand) dipenuhi oleh Allah melalui penyediaan keselamatan (Perjanjian Baru/kurva supply) pada saat Kristus mati di kayu salib (titik ekuilibrium) untuk menebus manusia dari dosa.

Perjanjian Lama bersifat informational. Ia hanya memberikan informasi kepada manusia bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa. Akibat dosa ini adalah maut atau kematian. Untuk itu menusia memerlukan keselamatan. Namun, dengan keberdosaannya ini manusia tidak dapat melakukan keselamatan itu melalui dirinya sendiri. Manusia tidak berdaya. Manusia tidak dapat melakukan hukum Taurat dengan sempurna. Sehingga dengan demikian, manusia seolah tidak memiliki solusi bagi keselamatan yang dibutuhkan oleh dirinya sendiri.

Sampai pada poin ini Perjanjian Lama tidak memberikan solusi. Ia berhenti disini. Ia hanya menunjuk kepada manusia dan berkata “Anda berdosa dan patut masuk neraka.” Titik. Tidak ada solusi yang ditawarkan.

Saat inilah peranan dari Perjanjian Baru muncul ke kepermukaan. Perjanjian Baru memberikan solusi atas ketidak berdayaan manusia dalam mengusahakan keselamatan bagi diri nya sendiri. Perjanjian Baru berkata “Anda berdosa namun tidak dapat keluar dari belenggu dosa. Jangan khawatir, Allah telah menyiapkan rencana indah. Dia bersedia menggantikan anda. Urusan dosa anda telah dibereskan. Tak usah risau. Percaya saja kepada Allah.” Perjanjian Baru adalah solusi bagi dosa manusia. Ia memberikan jawaban atas keselamatan.

Perenungan
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bukanlah dua buah bagian Alkitab yang saling bertolak belakang, seolah olah mereka adalah dua buah kitab yang saling bertentangan. Sebaliknya, mereka adalah dua buah bagian Alkitab yang saling melengkapi. Perjanjian Lama bersifat informational yang menyadarkan manusia akan dosa mereka dan bahwa mereka tidak mampu berbuat apa apa untuk keselamatannya. Pada titik ini, Perjanjian Baru datang sebagai solusi yang diberikan bagi keselamatan manusia ini melalui penebusan Kristus Yesus dengan mati di atas kayu salib.

No comments: