Monday, December 17, 2007

Every Rose Has Its Thorn

December 01, 2007 Pikiranku kembali mundur beberapa tahun lalu saat aku masih duduk di bangku sekolah, di SMAK III tepat. Aku teringat oleh seorang guru matematika Ibu Lily yang selalu memanggil ku dengan nama “Poison”. Bukan salah dia sih memanggilku dengan nama itu. Saat itu aku tergila gila dengan grup musik rock Poison sampai sampai semua kertas ulangan ku terdapat logo Poison di pojok kanan atas. Pada suatu kali, aku lupa menulis namaku di lembar jawaban (namun tentu saja logo Poison terpampang dengan megahnya). Saat kertas ulangan dan lembar jawaban dikembalikan, Ibu Lily tentu saja tidak tahu itu milik siapa. Sehingga ia mengambil sebuah keputusan dengan berteriak “Poison, ini kertas ulangannya. Cepat ambil.” Dengan muka memerah aku maju ke depan kelas dan mengambil kertas ulangan itu. Sejak saat itu dia memanggilku ”Poison”. Kembali ke masa kini, kemarin secara tidak sengaja aku menemukan album terbaru Poison yang dikeluarkan tahun 2006 lalu. Aku kaget sekaligus senang. Sudah lama aku melupakan idola SMA ku ini, terutama sejak band ini bubar pada awal tahun 90an. Poison merupakan band rock asal Amerika yang sangat sukses di akhir 80an hingga awal 90an. Bahkan majalah Billboard mengakui mereka sebagai band rock terbaik ketiga setelah Bon Jovi dan Def Leppard pada era tersebut. Tiga album pertama mereka – ”Look What the Cat Dragged In”, ”Open Up and Say Ah” serta ”Flesh & Blood” – merupakan album wajib yang harus dimiliki oleh para rocker mania, termasuk aku tentunya. Single hits mereka macam ”Talk Dirty to Me”, ”I Won’t Forget You”, “Nothing But A Good Time”, “Every Rose Has Its Thorn” dan “Unskinny Bop” hanya sanggup dikalahkan oleh “Living On A Prayer” Bon Jovi. Namun selepas album ketiga mereka, muncul permasalahan yang dipicu oleh kecanduan obat salah satu personel mereka, CC Deville. Sejak saat itu popularitas band ini hancur dan hampir tidak terdengar lagi. Aku pun mengira mereka sudah tamat. Ternyata mereka masih eksis meski tidak setenar awal 90an. Dan album album mereka hampir tidak menyentuh tangga billboard sehingga tidak masuk ke Indonesia. Namun tahun 2006 lalu mereka merilis album kompilasi yang diberi nama ”The Best 20 Years of Poison” yang menandai 20 tahun perjalanan karir mereka. Serta merta aku membeli album mereka itu dan melahapnya. Semua kenangan masa masa indah rock and roll dan jiwa muda ku seperti terpuaskan. Ibarat saat dahaga yang amat sangat di tengah teriknya padang gurun menemukan air dingin. Sejuk, nikmat, melepas semua rindu. Sampai sampai saking sibuknya mendengarkan salah satu lagu mereka di mobil tadi pagi, aku lupa keluar tol dan miss the exit. Terpaksa aku keluar di pintu keluar berikutnya dan datang terlambat ke kantor. Yang menarik adalah salah satu lagu dari Poison yang menurutku memberikan salah satu makna kehidupan yang mungkin selama ini telah kita lupakan. Berikut bait yang terdapat dalam lagu ”Every Rose Has Its Thorn” : Just like every rose has its thorn Just like every night has its down And just like every cowboy sing his sad, saddest song Every rose has its thorn Setiap rose memiliki duri. Bunga rose meski sangat indah namun memiliki duri yang membahayakan. Mengagumi keindahan bunga rose boleh boleh saja, namun harus hati hati jangan sampai tangan kita mencucurkan darah akibat tersentak oleh durinya. Mengapa harus seperti ini? Mengapa dalam keindahan ada keburukan? Dalam kebaikan ada kejahatan? Tidak bisakah kita menikmati keindahan tanpa takut keburukan? Mengapa Tuhan menciptakan bunga rose dengan duri? Apakah Dia melakukan kesalahan? Tentu tidak. Sang Pencipta adalah maha benar. Tidak mungkin Dia melakukan kesalahan. Lalu apa artinya duri pada bunga rose? Ataukah kita menyebutkannya bunga rose pada duri? Aku tidak dapat memberi jawabannya mengapa. Mengapa San Pencipta menaruh duri laknat pada bunga rose yang indah (atau bunga rose indah pada duri laknat)? Namun yang aku tahu, setiap yang ada, setiap yang diciptakan, setiap yang diberikan adalah cukup bagi kita untuk bersyukur atas anugrah yang telah Ia berikan. Bunga rose dan duri. Keindahan dan keburukan. Kebaikan dan kejahatan. Bukankah ini yang kita alami di dunia ini? Bukankah ini adalah sebuah roda dari kehidupan yang kita alami? Ada keseimbangan dalam alam. Ah mungkin kau bertanya ”Mengapa tidak kebaikan saja yang ada? Mengapa harus kita merasakan kejahatan?” Pertanyaan dan pernyataan yang baik itu. Hidup tanpa susah. Hidup tanpa derita. Hidup penuh kebaikan. Hidup penuh kesenangan. Tetapi tunggu dulu! Pernahkah kita berpikir tentang konsep baik dan buruk. Berkat dan celaka. Kekayaan dan kemiskinan. Mungkinkah kita akan mengerti konsep kebaikan kalau saja di dunia ini sejak diciptakan tidak ada keburukan? Mungkinkah kita tahu apa itu kecukupan kalau kita tidak pernah kekurangan? Apakah kita tahu apa itu terang jika tidak pernah melihat gelap? Pernahkah kita bersyukur memiliki teman setia jika tidak pernah merasa dikhianati? Aku berpikir, Sang Pencipta bukan lalai atau pun lupa saat Ia menaruh duri pada bunga (atau bunga pada duri). Ia pasti memiliki maksud. Entah itu menyadarkan kita akan indahnya bunga, atau membuat kita berhati hati dalam menikmati keindahan. Aku juga berpikir, anda berpikir dan kita semua berpikir. Duri pada bunga ataukah bunga pada duri? Saat kita melihat, haruskah kita melihat bunga dengan duri ataukah duri dengan bunga? Mungkin ini yang mau diajarkan oleh Sang Pencipta. Sudut pandang dalam kita mengarungi hidup ini. Pilihan ada pada diri kita. Berusaha melihat keindahan (bunga) dalam dunia yang rusak saat ini (duri). Ataukah kita mencari cari kerusakan (duri) dalam dunia yang indah ini (bunga). Semua ada tergambar dan terpampang dalam kehidupan kita. Semua ada di hadapan kita, diberikan secara transparan namun penuh misteri. Jalan mana yang hendak kita pilih? Maukah kita melihat hidup ini sebagai anugrah. Atau malah kita melihat hidup ini sebagai kutuk. Akankah kita menggunakan hidup kita untuk kemajuan kita dan sesama. Atau akankah kita menggunakan hidup kita untuk saling menjatuhkan, menjegal dan merusak. Apa yang kita lihat dalam hidup? Bunga kah? Duri kah? Atau kedua duanya? Pilihan ada pada kita. Menjadi berkat, atau menjadi beban?

No comments: