Sunday, December 23, 2007

High Tech High Touch : Inovasi Teknologi Nan Manusiawi

(Artikel ini ditulis bersama Prof. Dr. Roy Sembel)

High Tech
Dibanding beberapa puluh tahun lalu, tingkat kehidupan saat ini sudah sangat nyaman dengan adanya perkembangan teknologi. Kita masih ingat bagaimana repotnya dulu saat di jalan dan ingin menghubungi seseorang. Kita perlu menemukan telepon umum, berhenti di pinggir jalan serta menyiapkan uang logam. Itu pun belum mempertimbangkan faktor kerusakan telepon umum. Namun saat ini, dengan uang sekitar satu juta rupiah kita dapat memiliki sebuah handphone untuk menghubungi siapa saja yang kita mau, kapan saja dan dimana saja.

Jika kita perhatikan film film jaman dulu yang masih hitam putih, sering kita saksikan adegan para wanita yang mencuci pakaian dengan menggunakan tangan. Dapat dilihat bagaimana beratnya harus mengucek pakaian dan memerasnya hingga kering. Belum lagi dampak negatif sabun pencuci terhadap keindahan tangan. Namun dengan adanya mesin cuci saat ini, kita dapat dengan santai membaca buku sambil minum kopi, menunggu mesin cuci mencuci sendiri pakaian. Bahkan ada beberapa mesin cuci yang dilengkapi oleh fasilitas pengeringan.

Penulis masih ingat cerita ayahanda saat menyusun karya tulis dulu dengan menggunakan mesin tik manual. Salah sedikit saja terpaksa mengulang satu halaman. Namun saat penulis menyelesaikan tesis untuk program magister manajemen dengan menggunakan program word processor, dengan mudahnya merevisi halaman tanpa pusing harus mengulang keseluruhan.

Dengan kemunculan e-mail urusan jarak dan waktu dalam berkomunikasi seolah olah hilang tanpa batas. Saat SMA penulis memiliki sahabat pena di Prancis, dan praktis memerlukan waktu kira kira satu bulan lebih untuk mendapat balasan surat yang dikirim. Namun dengan e-mail, hanya dalam hitungan menit balasan surat sudah dapat dibaca.

Ya, inovasi teknologi telah mempermudah kehidupan kita saat ini. Gaya hidup yang oleh generasi sebelum kita dianggap mustahil saat ini berada dalam genggaman kita. Saat ini kita hidup dalam jaman high tech. Anda sibuk bekerja, pulang malam, tidak sempat memasak, tapi malas makan di luar … jangan khawatir karena saat ini ada microwave. Beli saja makanan beku, panaskan dalam microwave beberapa menit … dan boom ! …. makan malam siap.

Pengaruh inovasi teknologi tidak hanya mempengaruhi gaya hidup kita, namun juga cara kita berbisnis, seperti bagaimana kita berhubungan dengan bank. Dulu mungkin satu satunya cara yang kita kenal adalah dengan datang ke kantor bank tersebut, dan berhubungan dengan teller atau customer service. Namun seiring dengan makin banyaknya nasabah dan makin beragamnya transaksi membuat antrian di counter teller sangat panjang dan membuang waktu nasabah. Untuk itu bank menyediakan ATM sebagai alternatif bertransaksi.

ATM pun berkembang cukup pesat, baik dari kuantitas maupun kualitas. Dari kuantitas, hampir di setiap mall kita jumpai ATM. Dan dari kualitas, jika dulu ATM hanya bisa untuk pengambilan tunai, namun saat ini kita sudah bisa melakukan transfer, pembayaran rekening hingga membeli voucher pre-paid (beberapa bank saat ini sedang menyiapkan ATM yang dapat menerima setoran tunai).

ATM yang dulu menjadi differensiasi sebuah bank, kini sudah menjadi layanan standar karena hampir semua bank penyediakan ATM. Untuk memberikan nilai tambah, sejumlah bank mulai memanfaatkan perkembangan dunia maya. Maka diluncurkan lah internet banking. Nasabah tidak perlu pusing antri di teller atau ATM. Cukup buka komputer atau laptop, log-in dan siap bertransaksi (kecuali tarik tunai tentunya).

Perkembangan berikutnya, perbankan tidak berhenti di sini saja. Ternyata, ada sedikit barrier dalam pengembangan fasilitas internet banking ini mengingat tidak semua orang mempunyai akses internet. Selain itu, proses menyalakan komputer yang memakan waktu juga menjadi salah satu pertimbangan kenyamanan bertransaksi melalui e-banking.

Seiring dengan maraknya penggunaan handphone perbankan meluncurkan mobile banking atau yang lebih dikenal dengan istilah m-banking. Ingin transfer dana tapi malas datang ke bank, enggan antri di ATM, tidak punya akses internet … jangan bingung. Gunakan handphone. Sungguh praktis dan murah.

Bahkan berdasarkan riset yang dilakukan oleh lembaga konsultan marketing Frontier, diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan penggunaan m-banking akan jauh diatas e-banking, dimana m-banking akan menjadi salah satu senjata ampuh para marketer untuk membidik target market mereka.

High Touch
Suatu hari penulis hendak bertransaksi di sebuah bank yang terletak di jalan Gunung Sahari. Perjalanan ke lokasi ditempuh sekitar 2 jam karena kondisi jalan saat itu macet. Setelah memasuki areal parkir, penulis kesulitan memperoleh parkir. Beruntung setelah dua kali memutar penulis menemukan lahan parkir kosong yang cukup untuk dua buah mobil. Tapi apa lacur saat mendekat terdapat sebuah tanda “Dilarang Parkir” diikuti dengan kalimat “Khusus Pejabat Bank”. Tidak jauh dari sana ada seorang satpam. Penulis mendatangi satpam tersebut untuk meminta ijin parkir sebentar disana. Namun segera dijawab tidak bisa karena itu untuk pimpinan cabang. Lalu penulis bertanya harus parkir dimana. Dengan sikap tidak peduli satpam itu menjawab tempat parkir penuh, kembali saja nanti.

Perasaan kecewa, marah, dilecehkan segera meliputi segenap sukma penulis. Inikah bank yang katanya menganggap nasabah adalah raja? Inikah institusi keuangan yang katanya sangat bergantung pada kepercayaan nasabah? Coba datangi pejabat tinggi bank tersebut dan tanyakan komitmennya terhadap nasabah. Wah pasti dijawab mereka berkomitmen tinggi untuk menciptakan kepuasan pelanggan.

Lalu apakah penulis merasakan komitmen bank tersebut terhadap nasabah? Tidak. Meskipun bank tersebut merupakan bank yang unggul dari segi penerapan teknologi terkini. Mereka memiliki jaringan ATM terbanyak, mereka merupakan pioneer dalam penerapan e-banking dan m-banking, dan mereka pula yang menciptakan image ramah terhadap pelanggan melalui iklan call center officer mereka yang penuh senyum.

Lalu apakah penulis merasa puas? Tentu tidak. Mengapa? Karena penulis merasa diperlakukan tidak manusiawi. Penulis merasa hanyalah sebuah nomor rekening yang diharuskan membayar biaya administrasi setiap bulannya.

Memang ada yang berpendapat itu bukan kesalahan bank, melainkan oknum satpam. Namun sebagai nasabah tentunya kita tidak terlalu peduli siapa yang salah, yang penting kita telah merasa dirugikan. Dan juga, adalah tanggung jawab dari bank tersebut untuk memberikan pengertian pentingnya kepuasan pelanggan kepada semua staff, mulai dari tukang parkir hingga direktur utama.

Menurut pakar kepuasan pelanggan, Handi Irawan D., ada tiga faktor yang membuat pelanggan puas. Yaitu faktor kualitas, harga dan persepsi produk pesaing. Pelanggan akan merasa puas jika ia berpikir telah memperoleh produk yang berkualitas tinggi, produk yang lebih baik daripada yang ditawarkan pesaing dan dengan harga yang reasonable.

Dalam kasus tadi, dari sisi biaya yang harus dibayar untuk memperoleh pelayanan bank (harga) dan produk perbankan yang berkualitas disertai kemajuan teknologi tinggi seperti ATM, e-banking dan m-banking (kualitas) dapat dikatakan bank tersebut telah memberikan kepuasan. Namun setelah diperlakukan tidak manusiawi, dimana penulis yakin bahwa bank adalah industri yang harusnya customer-oriented, penulis menganggap bahwa bank tersebut telah gagal memuaskan pelanggannya dari segi persepsi.

High Tech High Touch
Apa moral dari cerita tersebut? Secanggih apapun sebuah perusahaan menerapkan “sentuhan teknologi”, namun mereka tidak boleh melupakan “sentuhan manusiawi”. Buat apa sebuah perusahaan memiliki teknologi yang sedemikian canggih, yang katanya untuk melayani nasabah, tapi untuk datang dan parkir ke perusahaan itu saja nasabah sudah kesulitan. Nasabah adalah manusia, oleh sebab itu perlakukanlah sebagai manusia.

Dalam buku “High Tech High Touch” John Naisbitt membahas secara mendalam mengenai kemajuan teknologi saat ini serta dampak negatif yang mungkin terjadi. Ia mengajukan dua pertanyaan mendasar kepada penerapan inovasi teknologi. Pertama, “Apakah kemajuan teknologi membebaskan kita dari keterbatasan fisik atau justru mengikat kita pada mesin (teknologi itu sendiri)?”

Dan kedua ia bertanya, “Apakah teknologi menghemat waktu kita sehari hari atau justru menciptakan kehampaan yang harus diisi dengan lebih banyak kegiatan?”

Sebagai contoh, dengan adanya internet kita mampu berkomunikasi tanpa jarak dan waktu dengan siapa saja. Namun kadang kala kita menjadi sedemikian terikatnya dengan internet sehingga lupa kehidupan sekitar kita (terutama bagi yang suka browsing berhari hari). Selain itu, dengan adanya handphone, laptop dan PDA kita dapat bergerak bebas dalam bekerja, tidak terkukung oleh kantor. Namun kadang kala mobile office ini justru menggangu waktu pribadi kita karena dapat dihubungi kapan saja, dimana saja, 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

Oleh sebab itu John Naisbitt meminta kita berhati hati jangan sampai menjadi hamba kemajuan teknologi. Jangan sampai kita terjerumus ke dalam apa yang ia sebut “Zona Mabuk Teknolgi”.

Case Study : Toyota Production System
Sebuah studi kasus klasik mengenai perlunya “sentuhan manusiawi” untuk kesuksesan “sentuhan teknologi” adalah penerapan lean manufacturing system yang diterapkan oleh Toyota.

Toyota saat ini merupakan produsen mobil ketiga terbesar di dunia, dengan menguasi 10 persen pangsa pasar global. Padahal, tiga puluh tahun lalu pangsa pasar global Toyota hanya 5 persen. Bahkan, Toyota saat ini merupakan satu satunya produsen mobil yang mengalami pertumbuhan sebesar 14 persen tiap tahun, konsisten selama 30 tahun.

Rahasia dibalik sukses Toyota ini adalah penerapan lean manufacturing system, yang disebut Toyota Production System (TPS). Pada dasarnya, TPS adalah sebuah sistem manufacturing dengan fokus pada efisiensi biaya, peningkatan kualitas, tingkat produksi yang stabil serta produksi sesuai permintaan.

Setelah sukses menerapkan sistem ini, Toyota berencana membagi “ilmu” kepada para pesaingnya. Mereka secara terbuka mengundang siapa saja yang berminat untuk datang dan melihat lihat proses produksi pada pabrik mereka. Bahkan, mereka dengan suka rela akan menjelaskan setiap proses dengan rinci.

Apakah mereka tidak takut “ilmu” mereka dicuri pesaing? Kenyataannya memang banyak pesaing Toyota yang mencuri ilmu mereka dan menerapkannya. Namun anehnya, hanya sedikit yang bisa sesukses Toyota. Mengapa demikian ?

Ada tiga fondasi untuk lean system dapat berfungsi dengan baik. Pertama, operating system. Operating system merupakan sebuah sistem yang mengatur aset, bahan baku serta SDM yang digunakan dalam sebuah pabrik yang menggunakan lean system. Secara sederhana operating system dapat berupa jenis mesin, posisi mesin, jumlah orang yang mengoperasikan mesin serta bahan baku apa saja yang digunakan. Dalam ilmu komputer ini dapat diibaratkan sebagai hardware.
Kedua, management infrastructure. Untuk operating system dapat berjalan dengan baik perlu adanya suatu infrastructure yang mendukung seperti bagan organisasi, alur tanggung jawab. Ini adalah sebuah software dari suatu sistem.

Terakhir, mindsets and behaviours. Meski sudah ada operating system dan infrastructure yang baik, namun kunci utama adalah bagaimana sikap SDM dalam organisasi tersebut untuk menerapkan secara konsisten lean system. Dengan kata lain merupakan mindware dari orang yang mengoperasikan sebuah hardware dengan menggunakan software tertentu.

Fondasi ketiga inilah yang merupakan kunci sukses Toyota menerapkan lean system. Fondasi pertama (operating system) dan fondasi kedua (management infrastructure) dapat dikategorikan sebagai high tech. Sedangkan fondasi ketiga (mindset and behaviour) dapat disebut sebagai high touch.

Para pesaing dapat meng copy operating system dan management infrastructure, tetapi mereka tidak dapat meng copy mindsets and behaviour. Itulah sebabnya mereka gagal.

Kembali studi kasus Toyota menyatakan bahwa kesuksesan bukan hanya ditentukan oleh kecanggihan teknologi lean system (high tech), melainkan harus dikombinasikan oleh unsur human spirit (high touch).

John Naisbitt sempat menuliskan sebuah kalimat yang cukup indah. Ia meminta kita semua untuk mempertanyakan posisi teknologi dalam kehidupan kita. Apakah teknologi itu akan memberikan nilai tambah ? Ataukah justru teknologi mengasingkan manusia ?
Pada akhirnya, semua hubungan baik pribadi atau bisnis adalah hubungan antar manusia. Oleh sebab itu, perlakukanlah manusia sebagai manusia, bukan sekedar nomor rekening. Kembangkanlah inovasi teknologi nan manusiawi. High Tech High Touch.

No comments: