Friday, January 11, 2008

H.E.L.P : Madu dan Racun Reksadana

(Telah Diterbitkan di Majalah BisnisBank Vol. 1, No 8 – October 2005)

Racun ReksaDana
Pusing! Bingung! Stress! Itulah keadaan yang dialami oleh para pelaku industri reksa dana. Mulai dari manajer investasi, karyawan perusahaan reksa dana hingga para investor. Manajer investasi dan karyawan perusahaan reksa dana bingung karena dikejar kejar nasabah. Mereka dituntut pertanggung jawaban. Mereka stress karena hendak diajukan ke meja pengadilan. Bahkan ada direksi sebuah perusahaan reksa dana yang ‘disandera’ para nasabahnya sehari semalam dan baru dibebaskan jam enam pagi keesokan harinya.

Para nasabah atau investor reksa dana panik, tidak bisa tidur. Terbayang uang investasi mereka yang telah dikumpulkan hilang lenyap. Mereka marah, merasa dibohongi, ditelantarkan dan menjadi korban.

Ada apa gerangan yang terjadi? Tidak lain dan tidak bukan adalah penurunan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana pendapatan tetap (RDPT) dalam dua bulan terakhir. Penurunan ini bervariasi, mulai dari minus 2 persen hingga minus 27 persen. Akibatnya investor panik. Mereka menjual reksa dana yang dimiliki. Jika pada awal Januari lalu NAB reksa dana masih sebesar Rp 110 triliun, per September ini telah merosot menjadi Rp 38 triliun. Mengapa NAB RDPT bisa anjlok sebesar itu? Padahal katanya reksa dana tersebut memiliki ‘pendapatan tetap’. Ada baiknya kita menilik sebentar isi perut reksa dana yg satu ini.

Ada Apa Dengan Mu RDPT?
Reksa dana adalah sebuah instrument investasi yang mengumpulkan dana dari para investor untuk dikelola oleh manajer investasi. Pengelolaan ini berupa penempatan pada instrumen investasi lainnya seperti saham, obligasi, dan SBI. Jika nilai instrumen investasi ini mengalami keuntungan maka reksa dana tersebut memperoleh ‘laba’. Dan sebaliknya jika harga saham, obligasi atau SBI turun niscaya nilai reksa dana akan turun.

RDPT adalah reksa dana yang pengelolaan dana ditempatkan pada instrumen obligasi hingga sebesar 80 persen dan sisanya ditempatkan di pasar uang atau saham. Adapun obligasi yang biasa dipilih adalah obligasi pemerintah atau yang terkenal dengan nama Surat Utang Negara (SUN) serta obligasi perusahaan (meski biasanya kecil).

Jika nilai dari SUN negara turun maka imbal hasil dari RDPT akan turun juga. Lalu apa yang menyebabkan nilai SUN turun? Salah satu biang keladinya adalah kenaikan SBI menjadi 10 persen. Padahal pada awal tahun ini SBI masih berada di level 7,42 persen. Bahkan banyak pakar yang memprediksikan dalam waktu dekat BI Rate akan mencapai level 12 persen. Kenaikan suku bunga ini menyebabkan nilai SUN turun karena secara teori nilai obligasi berbanding terbalik dengan tingkat suku bunga.

Bank Indonesia terpaksa menaikan SBI dan juga BI Rate karena dua faktor utama, inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah. Naiknya harga minyak dunia menyebabkan pemerintah tidak punya pilihan selain menaikan harga BBM. Jika ini dilakukan maka inflasi akan meningkat. Selain itu, kenaikan suku bunga The Fed telah membuat dollar Amerika menguat terhadap rupiah. Untuk mengantisipasi kedua hal ini maka Bank Indonesia menaikan SBI dan BI Rate. Bahkan BI Rate yang ditetapkan saat ini 10 persen jauh diatas proyeksi awal Bank Indonesia sebesar 8,5 persen.

Mengapa NAB RDPT dapat turun sedemikian drastis? Ada beberapa sebab :
Pertama, naiknya SBI dan BI Rate membuat tingkat suku bunga deposito meningkat. Hal ini menyebabkan beberapa investor mulai mengalihkan dana nya kembali ke deposito. Searah dengan ini, ada juga investor yang mengalihkan dananya dari reksa dana pendapatan tetap ke reksa dana pasar uang (RDPU).

Kedua, diterapkan nya aturan mark-to-market atas harga obligasi menyebabkan beberapa manajer investasi melakukan penyesuaian atas NAB RDPT mereka. Ada beberapa di antara penyesuaian ini yang menyebabkan NAB pasca penyesuaian menjadi lebih rendah.

Ketiga, kedua hal di atas memicu investor RDPT melakukan redemption. Akibat redemption ini para manajer investasi membutuhkan dana segar sehingga harus menjual SUN yang mereka miliki. Di sisi lain pasar SUN saat ini ada sedikit kurang liquid. Akibatnya banyak yang dijual di bawah harga pasar (at discount).

Keempat, penjualan instrumen SUN at discount ini menyebabkan NAB RDPT turun, investor panik dan terjadilah rush seperti saat ini. Rush menyebabkan manajer investasi kembali menjual instrument SUN yang mereka miliki dengan discount, dan NAB kembali turun. Jika hal ini tidak segera diatasi akan menjadi lingkaran setan.

Madu ReksaDana
‘Tidak kenal maka tidak sayang.’ Kita sering mendengar peribahasa tersebut. Manusia memiliki kecenderungan untuk takut terhadap sesuatu yang tidak kita ketahui. Oleh sebab itu, supaya dapat berinvestasi di reksa dana tanpa panik dan stress (khususnya di RDPT) maka tidak ada salahnya jika kita kenali instrumen RDPT, kenali faktor yang mempengaruhinya dan kenali masa depan.

Ada beberapa langkah yang dapat kita pertimbangkan.
Pertama, kenali tingkat resiko yang dapat kita ambil serta tujuan investasi kita. Jika kita adalah orang yang kurang berani mengambil resiko, maka pilihlah reksa dana yang beresiko rendah seperti reksa dana pasar uang. Namun jika kita berani mengambil resiko pilihlah reksa dana saham. Sedangkan reksa dana pendapatan tetap biasanya bagi mereka yang moderate. Juga jangka waktu investasi perlu dipertimbangkan. RDPT biasanya untuk investasi jangka menengah antara 3 sampai 5 tahun.

Kedua, kenali manajer investasi yang menawarkan reksa dana. Kenali otak di balik perusahaan reksa dana karena di tangan mereka lah uang kita berkembang (atau sebaliknya menyusut). Meski kinerja masa lalu tidak menjamin kinerja masa depan, tapi jika kita tahu track record seorang manajer investasi maka minimal kita mempunyai gambaran kinerja ke depan seperti apa.

Ketiga, kenali tren ekonomi ke depan akan seperti apa, terutama yang berkaitan kepada NAB reksa dana. Ada dua tren utama yang saya lihat akan terjadi minimal hingga akhir tahun 2005 ini. (a) Tingkat suku bunga (SBI & BI Rate) akan terus naik minimal ke level 12 persen. (b) Window dressing di pasar modal yang biasanya terjadi menjelang akhir tahun. Dari kedua tren tersebut kelihatannya NAB RDPT akan terus turun, atau minimal jika mengalami kenaikan tidak akan pulih ke level awal tahun. Oleh sebab itu ada beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan. Pertama, jika anda adalah orang yang tidak berani mengambil resiko, anda perlu mempertimbangkan untuk beralih ke reksa dana pasar uang. Namun pemindahan ini hanya untuk jangka waktu temporer saja.

Kedua, jika anda menyukai resiko, tidak ada salahnya pindah ke reksa dana saham mengingat kemungkinan besar menjelang akhir tahun akan terjadi window dressing yang mengangkat harga sebagian besar saham di Bursa Efek Jakarta.

Ketiga, jika anda trauma terhadap RDPT namun masih cinta kepada reksa dana, maka tidak ada salahnya mulai melirik Reksa Dana Dengan Penjaminan (Guaranted Fund). Reksa dana terproteksi ini merupakan jenis reksa dana baru dimana tingkat resiko investor ditekan seminimal mungkin. Pengertian terproteksi di sini adalah modal awal investor tidak akan hilang, atau dengan kata lain jika NAB reksa dana terproteksi ini turun, tiap tiap investor dijamin tidak akan kehilangan modal awalnya (meski akhirnya tidak memperoleh laba sama sekali).

Dengan mengenali cara kerja reksa dana, tren ekonomi dan pilihan lainnya maka kita tidak perlu panik berinvestasi di reksa dana. Kita tinggal memprediksi tren dan mengambil langkah yang menguntungkan. Reksa dana gonjang ganjing, so what gitu lo?